Rabu, 10 September 2014

Jembatan Zaman


Setiap jenjang memiliki dunia sendiri, yang selalu dilupakan ketika umur bertambah tinggi.
Tak bisa kembali ke kacamata yang sama, buka berarti kita lebih mengerti dari yang semula.
Rambut putih tak menjadikan kita manusia yang segala tahu.

Dapatkah kita kembali mengerti apa yang ditertawakan bocah kecil, atau yang digejolakkan anak belasan tahun seiring kecepatan zaman yang melesat meninggalkan?
karena kita tumbuh ke atas, tapi masih dalam petak yang sama.
Akar kita tumbuh ke dalam dan tak bisa terlalu jauh kesamping.
Selalu tercipta kutub-kutub pemahaman yang tak akan bertemu kalau tidak dijembatani.

Jembatan yang rendah hati, bukan kesombongan diri.


Karya:
Dee - Jembatan Zaman (1998)
Filosofi Kopi

Kunci Hati


Dalam raga ada hati, dan dalam hati, ada satu ruang tak bernama.
Di tanganmu tergenggam kunci pintunya.

Ruang itu mungil, isinya lebih halus dari serat sutera.
Berkata-kata dengan bahasa yang hanya dipahami oleh nurani.

Begitu lemahnya ia berbisik, sampai kadang-kadang engkau tak terusik.
Hanya kehadirannya yang terus terasa, dan bila ada apa-apa dengannya, duniamu runtuh bagai pelangi meluruh usai gerimis.

Tahukah engkau bahwa cinta yang tersesat adalah pembuta dunia?
Sinarnya menyilaukan hingga kau terperangkap, dan hatimu menjadi sasaran sekalinya engkau tersekap.

Banyak Garis batas memuai begitu engkau terbuai, dan dalam puja kau sedia serahkan segalanya.
Kunci kecil itu kau anggap pemberian paling berharga.

Satu garis jangan sampai kau tepis:
"Membuka diri tidak sama dengan menyerahkannya."

Di ruang kecil itu, ada teras untuk tamu.
Hanya engkau yang berhak ada di dalam inti hati kecilmu.

Karya:
Dee - Kunci Hati (1998)
Filosofi Kopi

Jumat, 22 Agustus 2014

Guru

Guru terbaik adalah belajar dari kesalahan kita sendiri.

Sabtu, 09 Agustus 2014

Duhai bayang-bayang

Kasian bayang-bayang,
karena cintanya kepada matahari hanya bertepuk sebelah tangan.
setelah ia menjadikan dirinya titik jatuh pada objek-objek sinarnya,
dan selalu ia jadikan dirinya keteduhan dari terik panasnya,
namun sang surya selalu pulang tanpa permisi.

Kasian bayang-bayang,
karena saat surya tenggelam,
ia ikut tenggelam bersamaan dengan datangnya malam.
menjadi tidak kasat oleh mata.
kemudian mencari-cari dirinya.
karena tiada sesiapapun yang akan merasa kehilangannya,
atau bahkan memikirkan, apakah ia butuh ditemani dalam kegelapan.

Rabu, 06 Agustus 2014

kesukaan

Kesukaan adalah ketika bernyanyi setengah teriak diantara hingar bingar kendaraan malam dan kau yang mengintip sambil tersenyum dibalik kaca :)

Sabtu, 26 Juli 2014

Magic

(From Coldplay BBC Concert - Ghost Stories)


"Call it magic. Call it true
Call it magic. When I'm with you."

"And I just got broken, Broken into two.
Still I call it magic. When I'm next to you "

"And if you were to ask me,
After all that we've been through,
Still believe in magic. Oh yes I do
Oh yes I do. Of course I d."

Apa Mauku ?


Coba tanyakan , “apa mauku?”
Pasti kemudian aku hanya akan terdiam kaku, bahkan tiada getar pada bibirku.

Apa mauku?
Apa yang aku mau?
“Aku mau apa?” – tanyaku, malah bertanya pada diriku.

AKU MAU APA?

Pertanyaan pendek tiga kata yang ringan, tapi begitu berat untuk bisa kujawab.
Mengingat masa kecil, begitu sering aku dendangkan lagu Doraemon :

“Aku ingin begini.. aku ingin begitu..
ingin ini, ingin itu banyak sekali.’

Rasanya Nobita begitu mudah mengutarakan jutaan keinginannya , begitu mudah ia utarakan, ini dan itu. Dan semudah itu pula kemudian Doraemon kabulkan semua keinginannya, meskipun dengan banyak konsekuensi dan akibat yang ada.

Jadi, AKU MAU APA?

Aku masih saja diam. Tidak tau apa yang aku mau.
Bagaimana bisa seorang seperti aku utarakan apa mau ku.
Tapi, mengapa tidak bisa?

Pernah aku dengar kisah tentang “The Bucket List”
Dan kemudian aku coba membuat punyaku, tapi tidak berhasil, dalam arti aku benar2 tidak tau.
Ujungnya hanya sobekan kertas atau coretan kasar diatasnya, kesal karena kurasa tidak tepat.
Tidak benar-benar apa yang aku mau.

Oke, sekali lagi, AKU MAU APA?

Coba akan aku utarakan, karena rasanya terlalu lama hati ini menyimpan di dalam.
Ingin rasanya bibirku meneriakan segalanya, ke segala arah.
Pada dinding, pada udara, pada tanah, pada semua.


AKU MAU TENANG.
Aku ingin mati dalam damai,
Dimana pada hari itu aku tau segala sesuatu pada tempatnya,
Semuanya baik-baik saja, dan mereka tertawa
Bahagia.

Aku ingin pada hari itu,
tidak ada lagi wajah yang menggerutu karena kebingungan.
Mata yang berkantung dan bengkak dipagi hari karena menahan pilu sepanjang malam.
Hati yang menangis karena sepi
Atau tubuh yang terluka dan memar karena sayatan benci.


Apa itu yang aku mau?