Selasa, 21 Januari 2014

Dari Logika Kepada Hati

Dear Hati,
jika boleh aku sedikit berkisah tentangmu,

Malam itu kuhampiri kau,
mengapa kau begitu resah?
setiap kali aku lihat tumpukan kertas berisi daftar kesenangannya.
mengapa kau jadi begitu malu dan menjadi bersalah.
menyesali kesenangan yang kau sendiri lakukan.

aku berfikir keras, tidak mengerti.

oo..rupanya kata mu saat itu,
kau sedang menjadi hati yang angkuh,
yang terlupa akan tanggung jawab setelah kesenangan sesaat.

lantas kenapa kemudian kau malu dan resah?
ya tentu malu, karena kemudian aku menangkap basah seluruh kertas itu dan tidak
memarahimu, aku hanya berdehem dalam dalam dan berkata untuk tidak diulangi lagi.
tapi kau makin resah, karena tau setelah itu perbuatan mu menjadi beban untukku.

Rupanya,
katamu, hati belum mampu mendewasakan diri.
seringkali terlelap dalam kesenangan sesaat.
membabi buta dan pikiran pendek.
kau selalu begitu mudah lupa akan segala nasihat ku.
kata mu, kesombongan kadang terasa begitu nikmat.
meski kadang kau tau itu hanya akan memenjarakanku.

Hati, kau selalu datang padaku kemudian.
menangis tersedu dan meminta jalan keluar.
aku hanya menggeleng karena memang tidak tau harus berbuat apa-apa.

tapi tampaknya aku lelah.
karena beban ini terlalu berat aku pikul.
entah sampai kapan aku biarkan kau merajalela?

with love,
Logika


Senin, 13 Januari 2014

Jadikan Aku


Jadikan aku, ilalang.
agar tidak mudah asa ku pudar,
meski kau injak-injak dan ludahi.
Jadikan aku dandelion,
agar mudah kubuang rasa benci,
dan terbanglah bersama angin sore.
Jadikan aku batu,
agar kuat tekad ku untuk berlari, 
dan keras niat ku untuk tidak berhenti.

Mati dalam hening


Tadi malam,
dalam keheningan, dia ada.
disana. menatapku.
berteriak tanpa suara. tangisi aku.
yang baginya sudah mati.
aku pun menjadi tuli.
atau memang hanya ada keheningan?
kucoba tuturkan sebuah cerita.
mencairkan kekakuan yang kami sama-sama rasakan.
tapi kini ia tulikan indranya. kemudian membalikan tubuhnya.
hendak pergi.
akupun merajuk.
memintanya tinggal lebih lama.
inginku dibelainya lagi.
tapi itu tadi, baginya aku sudah mati.
dan bagi mereka semua.

yang tertinggal hanyalah keheningan.




Jangan-jangan

Jangan ucap lelah, jika kamu masi mampu.
Jangan katakan sakit, jika memang bisa kau tahan.
Karena hanya akan menjadi semakin lelah dan sakit.

Mengapa lelah?
Seberat itukah beban yang kau pikul?
Sudahkah kau kerahkan seluruh ragamu?
Apakah sudah?

Benarkah sakit?
jika kau sendiri tau obatnya,
atau jika kau mampu mengurangi sendiri rasanya.
Sudah coba kau telan sakit itu?

Atau jangan-jangan kau hanya melebih-lebihkan ceritamu!